[Lomba
Fiksi Fantasi 2012] Hal-Hal yang Tidak Pernah Kamu Ketahui
Keyword : pasar malam, pohon
pisang, gula-gula, rasi, salju, polkadot
(Diikutkan dalam lomba : http://9lightsproduction.multiply.com/journal/item/12/Lomba_Fiksi_Fantasi_2012 )
Akhirnya
setelah tiga tahun tinggal di sini, aku
bisa kembali ke tempat itu lagi. Hari ini aku mendapat dispensasi selama
beberapa jam waktu dunia manusia. Dalam waktu ini aku bisa kemana saja, melihat
siapapun, dan melakukan apapun. Tetapi, kebebasanku ini bersyarat. Aku tidak
diperbolehkan untuk menampakkan diriku di hadapan manusia atau memperdengarkan
suaraku. Singkat kata, tidak ada seorangpun manusia yang boleh mengetahui
keberadaanku di dunia mereka.
Betapa
senangnya perasaanku saat ini. Jujur, meskipun aku betah tinggal di dunia ini,
aku tetap merindukan dunia dimana keluargaku dan orang-orang terdekatku berada.
Dan tentu saja, dia. Aku ingin melihatnya sekali lagi, mendengar suaranya, dan
mengetahui perubahan apa saja yang terjadi pada dirinya selama tiga tahun ini.
Sekarang,
aku berdiri di depan gerbang yang menghubungkan duniaku dengan dunia manusia.
Aku berpikir semalaman, tentang tempat yang ingin ku kunjungi, orang yang ingin
ku temui, dan juga hal-hal yang ingin ku katakan. Semakin aku memikirkannya,
semakin aku ingin berbicara pada orang-orang yang ada. Banyak sekali yang ingin
aku katakan.
“Kamu
diizinkan masuk ke dalam mimpi orang yang ingin kamu temui. Tetapi, izin ini
tidak diberikan begitu saja. Persyaratan dispensasimu berubah. Hanya satu orang
yang dapat kamu kunjungi selama tiga belas jam ini. Dan orang itu juga yang
akan kamu temui dalam mimpinya. Lima belas menit waktumu dalam mimpi akan sama
dengan satu jam waktu kunjugan biasa di luar mimpi. Gunakan waktumu dengan
baik. Pilih orang yang paling ingin kamu temui.”
Aku
menarik napas dalam dan menghembuskannya dengan kuat. Tiga belas jam. Dan waktu
dalam mimpi, satu-satunya kesempatanku untuk berbicara, juga termasuk ke dalam
jangka waktu itu.
“Baiklah,
Rio. Pikirkan tempat pertama yang ingin kamu kunjungi. Bayangkan tempat itu
dalam benakmu saat kamu melangkah melalui gerbang ini,” kata Miran, penjaga
gerbang yang menghubungkan dunia ini dengan dunia manusia.
Kedua
sisi gerbang di hadapanku bukan dinding atau kayu penyangga seperti yang ada di
dunia manusia. Gerbang, dan semua pintu di dunia ini, menggunakan pohon pisang
sebagai penanda. Mungkin oleh sebab itu, banyak cerita-cerita yang dihubungkan
dengan pohon pisang.
Pintu
gerbang menghilang, meninggalkan sebuah permukaan bening yang sekilas terlihat
seperti permukaan air. Inilah pintu menuju dunia manusia. Tidak, kami tidak
bisa terbang, tidak mempunyai sayap, dan kami juga berjalan dengan menggunakan
kaki. Sama sekali berbeda dengan yang ada dalam cerita.
“Ingat.
Jika waktu sudah sampai, kamu akan secara otomatis kembali. Gunakan waktumu
dengan baik,” kata Miran sebelum aku melangkah memasuki permukaan bening itu
dan menghilang dari pandangannya.
Suara
deru mobil menyerang gendang telingaku. Suara yang sudah tidak ku dengar selama
tiga tahun. Di dunia baruku itu, tidak ada mobil, kami tidak perlu itu.
Gerbang-gerbang untuk pergi ke tempat-tempat yang berbeda tersedia dimana-mana.
Aku
melihat ke sekeliling. Ternyata tempat ini sama sekali tidak berubah. Mega
World, tempat kami bertemu untuk pertama kalinya.
Iya,
aku sudah memutuskan untuk mengunjungi Tiara. Tetapi aku tidak tahu dimana dia
berada sekarang. Yang dapat aku lakukan hanya berharap dia akan muncul di dalam
pandanganku secara tiba-tiba. Sebab, dia tidak dapat melihatku.
Jadi,
aku akan pergunakan waktu ini dengan baik. Aku akan mengunjungi semua tempat
yang menjadi kenangan saat aku masih hidup dulu. Sebab aku sudah memutuskan
untuk memberi tahu Tiara segalanya yang tidak diketahuinya. Semua yang aku
tidak katakan padanya, akan ku beri tahu malam ini. Dan proses penyusunan
naskahku akan dimulai dari Mega World.
Pertama
tentu saja dimulai dari toko buku tempat kami pertama bertemu. Dia pasti tidak
mengetahui bahwa kami telah bertemu sebelum diperkenalkan oleh senior di acara
drama kampus.
Aku
melangkah masuk ke dalam toko buku itu. Interior dari toko buku itu terbuat
dari kayu, sampai sekarang hal ini tidak berubah. Kakiku berhenti di depan kasir
ke dua dari pintu masuk. Dulu, dia selalu bertugas di sini, tepat di depan
deretan buku astronomi, bagian yang paling sering aku kunjungi.
Mungkin
dia sudah lupa, bagaimana interaksi pertama kami. Dia sedang membawa setumpuk
buku. Saat dia melewati sisiku, aku tidak sengaja menyenggolnya.
“Maaf.”
Itulah ucapan pertama yang dia tujukan padaku. Setelah aku membantunya memungut
buku-buku yang terjatuh, senyuman di wajahnya berhasil menarik perhatianku. Dan
sejak hari itu, aku semakin sering berkunjung ke toko buku ini. Dia tidak akan
tahu, bahwa setelah itu tujuan kunjunganku adalah dia.
Aku
meninggalkan toko itu dan berjalan menuju kafe di seberang. Dulu aku sering
datang ke kafe ini. Karena dari tempat duduk di sudut depan kafe, melalui kaca
besar kafe, aku bisa melihat dia bekerja, tersenyum pada pelanggan, dan
bercanda pada teman-teman.
Menunggu
kesempatan yang pas untuk memasuki kafe ini tidaklah mudah. Tidak seperti toko
buku tadi yang terbuka, pintu kafe ini akan tutup otomatis jika tidak ditahan.
Dengan susah payah, aku berhasil masuk ke dalam. Tetapi, sayangnya, tempat
duduk langgananku sudah diduduki seorang gadis.
Aku
hanya bisa berdiri di dekat pintu, melihat ke arah meja itu dan terus mengingat
hari-hari yang kami lewati, dimana aku berperan sebagai teman baiknya.
Mungkin karena aku sedang memikirnya, gadis yang
sedang duduk di hadapanku itu terlihat seperti Tiara. Aku hanya tersenyum.
“Tidak mungkin,” gumamku sambil menggeleng.
Gaya berpakaian gadis itu sangat modis. Blazer putih
polos, rok, dan sepatu boots cokelat. Rambutnya yang panjang dan bergelombang
terurai di lengannya. Sangat berbeda dengan Tiara. Tiara pernah mengatakan
bahwa gaya pakaiannya tidak akan berubah. Terutama sepatu motif polkadot yang
menjadi favoritnya. Tetapi, alangkah bagusnya jika Tiara berdandan seperti itu.
Mungkin dia akan kelihatan sama cantiknya dengan gadis ini.
Tunggu dulu. Atau gadis ini memang Tiara? Aku pernah
melihat drama yang dipentaskan di kampus. Tiara pernah berdandan seperti ini di
dalamnya. Persis.
Senyuman yang terbentuk di wajahku sirna. Dugaanku salah.
Gadis itu meletakkan gula yang disediakan kafe ke satu sudut, dan langsung
meminum minumannya. Gadis ini tidak suka yang manis. Sedangkan Tiara, dia suka
sekali makanan manis. Dia selalu menerima gula-gula pemberianku dengan senang
dan aku menjadi terbiasa membelikan gula-gula untuknya. Karena aku ingin
melihat senyuman di wajahnya saat dia mendapat gula-gula itu. Senyuman yang
lebih manis daripada manisan apapun di dunia ini.
Aku menggeleng, menertawakan diriku yang terlalu hebat
berimajinasi. Sampai-sampai berpikir bahwa gadis itu adalah Tiara. Tetapi,
gadis itu berhasil membangkitkan perasaan yang sudah lama terbenam dalam
hatiku.
Tanpa sadar aku sampai di tempat itu, tempat
kecelakaan itu terjadi tiga tahun yang lalu. Aku menyandarkan diri pada pagar
baru yang dibuat. Pagar ini terlihat lebih kokoh daripada pagar yang dirusakkan
bis yang aku tumpangi pada malam tahun baru tiga tahun yang lalu.
Tiga tahun yang lalu, dengan perasaan senang bercampur
gugup, aku pergi ke pasar malam di pinggiran kota. Akhirnya aku memberanikan
diri mengajaknya keluar berdua, yang selama setahun kami berteman, tidak pernah
sekalipun aku lakukan. Tetapi, aku tidak pernah bertemu dengannya malam itu.
Kecelakaan naas itu berhasil merenggut nyawaku di tempat ini juga.
“Kalau saja kamu tahu, Tiara,” kataku sambil menatap
ke langit. “Kalau saja kamu tahu aku sering ke perpustakaan karena kamu sering
mengunjunginya. Kalau saja kamu tahu alasan mengapa selalu ada gula-gula di
mejamu. Karena aku yang meletakkannya sebelum kamu masuk ke kelas. Karena aku
tahu kamu selalu duduk di tempat yang sama, meskipun kami beda kelas. Aku bukan
penguntit, tetapi sejak bertemu denganmu, tanpa ku sadari, semua yang aku
lakukan berporos pada dirimu.”
Helaan napasku terdengar berlebihan. Tetapi tidak
cukup untuk menunjukkan betapa sakitnya hatiku. Perasaan yang terpendam sekian
lama, padahal aku mempunyai banyak kesempatan untuk menyatakannya. Saat sedang
berdua di perpustakaan, saat aku berdiri di luar ruangan dan hanya ada dia
seorang yang di dalam. Banyak sekali saat-saat seperti ini, saat-saat yang
tidak pernah kupergunakan dengan baik.
Salju mulai turun. Aku menengadahkan kepala. Langit
sudah gelap ternyata. Waktuku tidak banyak lagi. Aku tidak seharusnya seperti
ini. Aku harus memikirkan apa yang ingin kukatakan pada Tiara malam ini.
Aku sedang berusaha membangkitkan semangat diri saat
sesuatu yang bergerak di samping menarik perhatianku. Ternyata gadis di kafe
tadi. Mengapa dia di sini? Aku terdiam dan mengamatinya. Dia meletakkan sesuatu
di tanah, berdiri sebentar, dan meninggalkan tempat itu.
Penasaran, aku segera berjalan ke sana. Hanya sepucuk
surat dan sebutir gula-gula. Tanpa memperhatikan keadaan sekitar, aku memungut
surat itu dan mulai membacanya.
=====
Waktu berlalu dengan cepat. Tanpa aku sadari, tiga
tahun sudah berlalu. 1095 hari tanpamu. Dan aku berhasil melewatinya. Jadi, aku
menulis ini dengan penuh perasaan bangga.
Sebenarnya, pertama kali kami bertemu itu di kampus,
tetapi bukan di aula pelatihan drama. Tempat pertama kali aku melihatmu adalah
di perpustakaan. Saat itu aku menelusuri rak-rak buku dalam perpustakaan tanpa
tujuan dan berhenti di depan rak buku astronomi. Kamu yang membantuku mengambil
buku di rak yang tinggi itu dan pergi begitu saja saat aku mengucapkan terima
kasih. Kamu tidak tahu, kan? Aku benar-benar tertarik oleh sifat kalemmu.
Dan kami bertemu kedua kalinya di toko buku tempat aku
bekerja paruh waktu. Aku ditugaskan di bagian gudang dan sedang mengisi rak
yang sudah kosong. Kamu muncul begitu saja di hadapanku. Tanganmu mengambil
majalah astronomi. Aku masih ingat bagaimana kamu meminta maaf berulang kali
saat buku-buku yang kubawa jatuh. Ada hal yang harus ku akui, sebenarnya, aku
sengaja menjatuhkan mereka. Maaf.
Tetapi sejak hari itu, aku yakin kamu sangat hobi
dengan astronomi. Aku juga selalu meminta senior tempat kerjaku untuk
menempatkanku di kasir tepat di depan rak buku astronomi. Dan, tentu saja, aku
mulai mempelajari bidang ini, supaya suatu hari nanti, saat sedang ngobrol
berdua, aku juga bisa memulai percakapan yang menarik perhatianmu.
Ternyata kerja kerasku tidak sia-sia. Saat senior
memperkenalkan kami, kamu sempat tercengang dengan pengetahuanku mengenai rasi
bintang. Langkah pertamaku berhasil. Aku meninggalkan kesan dalam benakmu.
Tetapi kamu benar-benar tidak bisa diharapkan.
Berkali-kali aku memberikanmu kesempatan, bahkan mengusir semua orang dari
kelas saat kelas terakhir selesai. Kamu hanya berdiri di belakang pintu,
menungguku untuk keluar. Itulah alasan mengapa setiap kali kejadian seperti
ini, aku selalu terlihat cemberut di hadapanmu. Sekali lagi, maaf.
Hari itu, aku senang sekali kamu mengajakku ke pasar
malam. Dan aku memutuskan untuk memakai pakaian yang sedikit berbeda dari
biasanya. Gaya pakaian seperti di dalam drama kampus, gaya pakaian yang menurutmu
cocok sekali denganku. Tetapi kamu tidak kunjung datang. Aku baru tahu apa yang
telah terjadi keesokan harinya. Maaf, karena aku tidak membawa ponselku dan
tidak bisa menghubungimu.
Tiga tahun sudah berlalu, dan hari ini, seperti tiga
tahun yang lalu, salju turun dengan indahnya. Semoga kamu baik-baik saja di
sana.
Tiara
N.B. Gula-gula ini untukmu. Terima kasih atas
gula-gula yang kamu letakkan di mejaku selama masa perkuliahan. Aku sengaja
tidak pindah tempat duduk untuk memudahkanmu. Dan juga, sebenarnya, aku tidak
suka yang manis. Terima kasih atas segalanya.
Sweet! :)
ReplyDeleteterima kasih~~
Deletepunyamu juga keren~ :)