Aku segera
berhambur keluar dari ruangan rapat begitu diumumkan bahwa rapat pagi ini
selesai. Tidak kusangka, rapat membosankan ini bisa berlangsung selama empat
jam. Hanya gara-gara si Albert yang bersikeras menolak ide Thomas. Ah, office politics. Aku malas berurusan
dengan orang-orang itu. Yang penting dua minggu di Chicago ini berlangsung
lancar, dan aku bisa pulang ke Jakarta. Tetapi, aku tetap tidak sempat untuk
hadir di hadapannya pada hari ini, dan ini adalah pertama kalinya dia melewati
hari ini tanpaku selama lima tahun belakangan.
Barangku semuanya
aku bebankan pada tangan kiriku, karena tangan kanan harus melakukan hal penting.
Aku segera mengeluarkan ponsel, menekan beberapa tombol, dan menempelkan benda
itu ke telinga. Menghitung perbedaan waktu antara Chicago dan Jakarta berhasil
membuatku pusing, dan setelah rapat tadi, seluruh perhitunganku hilang begitu
saja. Aku mengutuki diriku sendiri, mengapa buku catatan konversi waktu bisa
tertinggal di hotel.
“Semoga
sempat. Semoga sempat.” Aku terus mengulangi kata-kata ini saat menunggu
panggilanku diangkat. Aku sengaja memperhitungkan waktu dan berencana untuk
meneleponnya jam sembilan tadi. Eh, rapat itu tidak kunjung selesai!
“Siapa?”
Terdengar suaranya yang lemah dari seberang. Ah, ini berarti dia sudah tidur.
Jam berapa ya, di sana?
Chicago, USA. 7 September 2012, 12:31.
************
Ponselku
bergetar dengan hebat tepat saat mimpiku sedang indah-indahnya. Berderet-deret dessert terpampang di hadapanku,
menungguku untuk menyantapnya. Di depannya terdapat sebuah papan yang berbunyi:
“All you can eat, without getting fat.”
Dengan
kesal aku menyambar benda yang berkedip-kedip itu. Siapa yang berani mengganggu
mimpi indahku?!
“Siapa?” Aku
ingin berbicara dengan nada tegas, tetapi rasa kantukku berhasil menyumbangkan
suaraku hingga terdengar lemas.
“Ah, sudah
tidur, ya?” Suaranya terdengar hati-hati. Iya, dia memang mengenalku dengan
sangat baik. Suasana hatiku akan memburuk dan terus memburuk jika tidur
nyenyakku diganggu oleh siapapun.
Tetapi, dia
menelepon dari negara itu. Mungkin dia sedang setengah bekerja dan sengaja
meluangkan waktu untuk meneleponku. Sudahlah.
Sudah
berapa lama aku tidak mendengar suaranya? Seminggu ini hanya Whatsapp yang membantu kami menyampaikan
rasa kangen. Aku bahkan sudah terbiasa membaca pesan ‘Good Morning!’ darinya begitu aku bersiap-siap untuk tidur dengan
badan letih usai bekerja seharian. Dan pernah juga aku membombardirnya dengan
berderet-deret tulisan kesal tentang kejadian di kantor begitu aku pulang kerja,
lupa bahwa di sana matahari baru terbit dan dia sedang sibuk di kantornya.
“Ada apa?”
Suaraku melembut. Atau paling tidak itu rencanaku, sebab akhirnya, tetap saja
terdengar lemas.
“Happy birthday!” Sahutnya dengan girang.
“Nggak telat, kan?”
Keningku
berkerut. Ulang tahunku memang hari ini, dan aku terus menunggu telepon darinya
sejak pagi tadi. Tetapi namanya tidak juga muncul di layar ponsel, hingga
akhirnya aku putus asa. Mungkin dia sedang sibuk, begitu pikirku. Lagipula,
pagi hari di sini, kalau tidak salah, masih sehari sebelumnya di sana.
Entahlah.
Ternyata
dia ingat. Senyumku mengembang.
Aku
menurunkan ponsel dari telingaku dan berusaha melihat waktu yang tertera di
sudut. Senyumanku semakin melebar saat aku menyadari jam berapa sekarang.
“Nggak
telat kalau hitungnya dengan waktu kamu sana,” jawabku.
“Memangnya
jam berapa di sana?”
“Jam dua
belas lewat. Sudah tanggal delapan.”
Aku hanya tersenyum saat terdengar kata-kata
‘aku’, ‘mengapa’, dan ‘ah’ yang terbata-bata. Hingga akhirnya berhenti pada
kata ‘maaf’.
“Nggak
apa-apa kok. Kalau aku di Chicago, aku masih ulang tahun, kan? Jam berapa di
sana?”
Aku berdiri
dari tempat tidur dan berjalan ke arah meja kerja. Sudahlah, khusus malam ini,
aku relakan mimpi indahku.
Terdengar
musik yang disetel tetangga sebelah. Kebiasaannya buruk yang selalu mengganggu
tidurku. Tetapi khusus malam ini juga, aku maafkan. Apalagi saat aku menyadari
lagu yang sedang disetel.
Waktu kita
mungkin berbeda, tetapi rasa rindu ini sama, kan?
What time is it where
you are?
I miss you more than anything
Back at home you feel so far
Waitin' for the phone to ring
It's gettin’ lonely livin’ upside down
I don't even wanna be in this town
Tryin' to figure out the time zones makin' me crazy
You say good morning
When it's midnight
Going out of my head
Alone in this bed
I wake up to your sunset
And it's driving me mad
I miss you so bad
And my heart, heart, heart is so jetlagged
Heart, heart, heart is so jetlagged
Heart, heart, heart is so jetlagged
I miss you more than anything
Back at home you feel so far
Waitin' for the phone to ring
It's gettin’ lonely livin’ upside down
I don't even wanna be in this town
Tryin' to figure out the time zones makin' me crazy
You say good morning
When it's midnight
Going out of my head
Alone in this bed
I wake up to your sunset
And it's driving me mad
I miss you so bad
And my heart, heart, heart is so jetlagged
Heart, heart, heart is so jetlagged
Heart, heart, heart is so jetlagged
Jakarta, Indonesia. 8 September 2012, 00:33.
=============
Songfic by : Lidya Yang (@Lidya_yang)
Inspired by: Jet Lag By Simple Plan
Post #3 of #30HariLagukuBercerita
Post #3 of #30HariLagukuBercerita
No comments:
Post a Comment
Thank you for reading! Feel free to comment. :)