Dengan langkah terburu-buru, aku berjalan menuju mobil sambil berusaha menjaga keseimbangan agar kue di tangan tidak apa-apa. Entah kenapa, debaran jantungku semakin cepat seiring dengan waktu yang semakin mendekat. Langkahku terasa semakin berat. Bahkan kunci mobilpun tidak berhasil kumasukkan dengan tepat karena tanganku yang mulai gemetar.
"Jangan telat!" Tiba-tiba saja kata-kata kakakku dalam percapakan ponsel tadi terdengar lagi dalam benakku.
Aku menghirup napas sedalam mungkin dan menghembuskannya dengan perlahan untuk menenangkan diri. Cara paling ampuh bagiku di saat aku gugup atau terlalu tegang. Cara yang diajarkan Bunda sejak aku masih kecil dulu.
"Ulang tahun Bunda kali ini, pokoknya kita semua harus hadir!" Kata-kata kakakku kembali terngiang.
Benar. Bunda dengan susah payah membesarkan kami bertujuh. Setelah kami terjun dalam dunia kerja, ulang tahun Bunda jarang dirayakan bersama. Hadir empat dari kami saja sudah termasuk ramai. Namun, berapapun orang yang merayakan ulang tahunnya, Bunda selalu tersenyum senang. Mungkin sebenarnya dalam hati, dia juga kecewa, tetapi, Bunda tidak pernah menunjukkannya pada kami.
Hingga tahun lalu.
Bunda duduk di ruang tamu, kami bertiga duduk di sisinya, sambil memberikan isyarat siapa yang meminta izin untuk pulang dulu. Dengan begitu, yang lainnya bisa ikut pulang.
Bunda, masih dengan senyumannya, berkata, "Sudahlah. Kalau sibuk, pulang saja dulu."
Tanpa ragu, kami berdiri dan pamit. Tetapi, saat Kak Desi masuk ke dalam untuk mengambil kunci mobilnya, tanpa sengaja, dia mendengar Bunda berkata pada Mbak Ita, suster yang menjaga Bunda, bahwa dia sangat berharap agar semua anaknya dapat merayakan ulang tahunnya bersama. Untuk sekali saja.
Jadi, untuk tahun ini, kami bertujuh sengaja mengosongkan jadwal untuk hari ini. Bagaimanapun juga, pokoknya semua dari kami harus hadir dalam perayaan ulang tahun ini.
Degupan jantungku semakin kacau saat aku turun dari mobil. Kak Desi sudah menunggu di tempat parkir untuk membantuku membawakan kue. Perlahan kami berjalan menuju tempat yang lainnya berada. Dan benar sesuai apa yang Bunda inginkan. Kami bertujuh berkumpul lagi untuk merayakan ulang tahun Bunda. Tetapi, sayang sekali, Bunda sendiri tidak hadir.
Kak Desi meletakkan kue ulang tahun di depan batu nisan bertuliskan nama Bunda. Tangannya refleks menyentuh foto Bunda. Setetes air matanya terjatuh, tepat mengenai kue yang dibawanya tadi.
"Selamat ulang tahun, Bunda," katanya.
No comments:
Post a Comment
Thank you for reading! Feel free to comment. :)