Thursday 8 November 2012

Yang Lebih Indah

Pandanganku terpaku pada ujung atap yang menesteskan air hujan. Pikiranku melayang pada hari itu. Cuaca saat itu persis seperti sesaat yang lalu. Hujan mengguyur kota ini tanpa belas kasihan.

Hari itu, dia pergi meninggalkanku. Dia yang menyinari hari-hariku dengan keceriaannya. Dia yang selalu membawa canda dan tawa kemanapun juga. Selama aku mengenalnya, tidak pernah sekalipun aku melihat raut wajah muramnya. Ya, begitulah orangnya, selalu ceria, bagaikan matahari yang memberikan kehangatan pada setiap orang.

Tetapi, bukan aku saja yang menikmati keberadaannya. Bukan aku saja yang menganggapnya matahari yang ceria. Banyak orang yang berpikiran sama sepertiku. Akhirnya, bagaimanapun besarnya usahaku, matahari ini tetap dibawa pergi. Dan akhirnya, rintik-rintik hujan menghujam hatiku.

Sampai kehadirannya. Dia, bukanlah matahari itu. Dia tidak seceria si matahari. Tidak ada tawa lepas, tidak ada canda yang memenuhi seisi ruangan. Dia hanya tersenyum, selalu begitu. Dalam menghadapi cobaan apapun,dia selalu tersenyum. Dan dalam senyuman itulah, aku mendapat kekuatan kembali untuk menunggu hingga hujan ini berlalu. Dengan begitu, aku bisa melihat pelangi.

Mungkin selama ini, aku terlalu terfokus pada matahari yang cerah. Tetapi, sekarang, aku sudah menemukan pelangi, yang lebih indah. Yang akan berada di sana setelah hujan dalam rongga dadaku reda.

Aku terperanjat saat segelas kopi hangat muncul di hadapanku. Dan tentu saja, pelangiku yang membawa kehangatan ini. Aku tersenyum dan menggenggam tangannya.

Di luar, hujan sudah reda. Dan di atas sana, yang lebih indah dari matahari yang cerah, pelangi.