Saturday 8 September 2012

Jam Berapa Di Sana?


Aku segera berhambur keluar dari ruangan rapat begitu diumumkan bahwa rapat pagi ini selesai. Tidak kusangka, rapat membosankan ini bisa berlangsung selama empat jam. Hanya gara-gara si Albert yang bersikeras menolak ide Thomas. Ah, office politics. Aku malas berurusan dengan orang-orang itu. Yang penting dua minggu di Chicago ini berlangsung lancar, dan aku bisa pulang ke Jakarta. Tetapi, aku tetap tidak sempat untuk hadir di hadapannya pada hari ini, dan ini adalah pertama kalinya dia melewati hari ini tanpaku selama lima tahun belakangan.

Barangku semuanya aku bebankan pada tangan kiriku, karena tangan kanan harus melakukan hal penting. Aku segera mengeluarkan ponsel, menekan beberapa tombol, dan menempelkan benda itu ke telinga. Menghitung perbedaan waktu antara Chicago dan Jakarta berhasil membuatku pusing, dan setelah rapat tadi, seluruh perhitunganku hilang begitu saja. Aku mengutuki diriku sendiri, mengapa buku catatan konversi waktu bisa tertinggal di hotel.

“Semoga sempat. Semoga sempat.” Aku terus mengulangi kata-kata ini saat menunggu panggilanku diangkat. Aku sengaja memperhitungkan waktu dan berencana untuk meneleponnya jam sembilan tadi. Eh, rapat itu tidak kunjung selesai!

“Siapa?” Terdengar suaranya yang lemah dari seberang. Ah, ini berarti dia sudah tidur. Jam berapa ya, di sana?
Chicago, USA. 7 September 2012, 12:31.

************


Ponselku bergetar dengan hebat tepat saat mimpiku sedang indah-indahnya. Berderet-deret dessert terpampang di hadapanku, menungguku untuk menyantapnya. Di depannya terdapat sebuah papan yang berbunyi: “All you can eat, without getting fat.”

Dengan kesal aku menyambar benda yang berkedip-kedip itu. Siapa yang berani mengganggu mimpi indahku?!

“Siapa?” Aku ingin berbicara dengan nada tegas, tetapi rasa kantukku berhasil menyumbangkan suaraku hingga terdengar lemas.

“Ah, sudah tidur, ya?” Suaranya terdengar hati-hati. Iya, dia memang mengenalku dengan sangat baik. Suasana hatiku akan memburuk dan terus memburuk jika tidur nyenyakku diganggu oleh siapapun.

Tetapi, dia menelepon dari negara itu. Mungkin dia sedang setengah bekerja dan sengaja meluangkan waktu untuk meneleponku. Sudahlah.

Sudah berapa lama aku tidak mendengar suaranya? Seminggu ini hanya Whatsapp yang membantu kami menyampaikan rasa kangen. Aku bahkan sudah terbiasa membaca pesan ‘Good Morning!’ darinya begitu aku bersiap-siap untuk tidur dengan badan letih usai bekerja seharian. Dan pernah juga aku membombardirnya dengan berderet-deret tulisan kesal tentang kejadian di kantor begitu aku pulang kerja, lupa bahwa di sana matahari baru terbit dan dia sedang sibuk di kantornya.

“Ada apa?” Suaraku melembut. Atau paling tidak itu rencanaku, sebab akhirnya, tetap saja terdengar lemas.

Happy birthday!” Sahutnya dengan girang. “Nggak telat, kan?”

Keningku berkerut. Ulang tahunku memang hari ini, dan aku terus menunggu telepon darinya sejak pagi tadi. Tetapi namanya tidak juga muncul di layar ponsel, hingga akhirnya aku putus asa. Mungkin dia sedang sibuk, begitu pikirku. Lagipula, pagi hari di sini, kalau tidak salah, masih sehari sebelumnya di sana. Entahlah.

Ternyata dia ingat. Senyumku mengembang.

Aku menurunkan ponsel dari telingaku dan berusaha melihat waktu yang tertera di sudut. Senyumanku semakin melebar saat aku menyadari jam berapa sekarang.

“Nggak telat kalau hitungnya dengan waktu kamu sana,” jawabku.

“Memangnya jam berapa di sana?”

“Jam dua belas lewat. Sudah tanggal delapan.”

 Aku hanya tersenyum saat terdengar kata-kata ‘aku’, ‘mengapa’, dan ‘ah’ yang terbata-bata. Hingga akhirnya berhenti pada kata ‘maaf’.

“Nggak apa-apa kok. Kalau aku di Chicago, aku masih ulang tahun, kan? Jam berapa di sana?”

Aku berdiri dari tempat tidur dan berjalan ke arah meja kerja. Sudahlah, khusus malam ini, aku relakan mimpi indahku.

Terdengar musik yang disetel tetangga sebelah. Kebiasaannya buruk yang selalu mengganggu tidurku. Tetapi khusus malam ini juga, aku maafkan. Apalagi saat aku menyadari lagu yang sedang disetel.

Waktu kita mungkin berbeda, tetapi rasa rindu ini sama, kan?

What time is it where you are?
I miss you more than anything
Back at home you feel so far
Waitin' for the phone to ring
It's gettin’ lonely livin’ upside down
I don't even wanna be in this town
Tryin' to figure out the time zones makin' me crazy

You say good morning
When it's midnight
Going out of my head
Alone in this bed
I wake up to your sunset
And it's driving me mad
I miss you so bad
And my heart, heart, heart is so jetlagged
Heart, heart, heart is so jetlagged
Heart, heart, heart is so jetlagged

Jakarta, Indonesia. 8 September 2012,  00:33.

=============
Songfic by : Lidya Yang (@Lidya_yang)
Inspired by: Jet Lag By Simple Plan
Post #3 of #30HariLagukuBercerita

No comments:

Post a Comment

Thank you for reading! Feel free to comment. :)